Epilepsy
Definisi
Epilepsi
berasal dari kata Yunani epilambanein yang berarti “serangan” dan menunjukkan,
bahwa “sesuatu dari luar badan seseorang menimpanya, sehingga ia jatuh”.
Epilepsi
adalah gangguan yang hasil dari generasi sinyal listrik di dalam otak,
menyebabkan kejang berulang. Seizure symptoms vary. gejala kejang
bervariasi.Beberapa orang dengan epilepsi hanya menatap kosong selama beberapa
detik selama kejang, sementara yang lain telah kejang penuh.
Epilepsi
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)
berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron
secara paroksismal, didasari oleh berbagai faktor etiologi.2
Bangkitan
epilepsi (epileptic seizure) adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel
saraf di otak , bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). 2
Etiologi
Tiap
kelainan yang mengganggu fungsi otak dapat membangkitkan bangkitan epilepsi
atau bangkitan kejang, tetapi untuk terjadi bangkitan epilepsi dibutuhkan
beberapa faktor yang berperan bersama-sama. Beberapa faktor bertindak serempak
dalam mencetuskan bangkitan epilepsi pada individu yang peka. 5
Etiologi
epilepsi dibagi menjadi tiga, yaitu idiopatik, kriptogenik dan simptomatik.
Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan
manifestasi cacat otak dan juga tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik
disebabkan oleh abnormalitas konstitusional dari fisiologi serebral yang
disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Gangguan fisiologis ini
melibatkan stabilitas sistim talamik-intralaminar dari substansia kelabu basal
dan mencakup Reticular Activating System dalam sinkronisasi lepas muatan
sebagai akibatnya dapat terjadi gangguan kesadaran yang berlangsung singkat
atau lebih lama dan disertai kontraksi otot tonik klonik. Umumnya faktor
genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik. 2, 5
Kriptogenik,
dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk
disini adalah sindroma West, sindroma Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik.
Gambaran klinik sesuia dengan ensefalopati difus. 2
Simptomatik
dapat terjadi bila fungsi oatak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial
atau ekstrakranial. Penyebab intrakranial misalnya anomali kongenital, trauma
otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut.
Penyebab ekstrakranial misalnya gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan
metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan
elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi). Jaringan patologis
seperti jaringan tumor bukanlah epileptogenik namun sel neuron disekitarnya yang
menjadi terganggu fungsi dan metabolismenya dapat merupakan fokus epileptik,
jejas otak oleh trauma lahir dan defek perkembangan dapat disertai epilepsi,
pada usia lanjut tumor otak, penyakit degeneratif, dan kelainan pembuluh darah
merupakan penyebab tersering. 2, 5
Faktor Pencetus 2,5
Ada
berbagai pencetus terjadinya serangan pada penyandang epilepsi. Pada penyandang
epilepsi ambang rangsang serangan/kejang menurun pada berbagai keadaan sehingga
timbul serangan. Faktor-faktor pencetus dapat berupa:6
1.Faktor
Sensoris
a.Cahaya
yang berkedip-kedip
b.Bunyi-bunyi
yang mengejutkan
c.Air
panas
2.Faktor
Sistemik
a.Demam
b.Penyakit
infeksi
c.Obat-obatan
tertentu
d.Hipoglikemi
e.Makan
tidak teratur
f.Kelelahan fisik
3.Faktor
Mental
a.Stress
-
Fotosensitif
Ada
sebagian kecil penyandang epilepsi yang sensitif terhadap kerlipan/kilatan
sinar (flashing lights) pada kisaran antara 10-15 Hz, seperti diskotik, pada
pesawat TV yang dapat merupakan pencetus serangan. Dalam hal ini hindarilah
pergi ke diskotik dan bila menonton pesawat TV harus ada jarak yang cukup jauh,
pada sudut tertentu dari pesawat dan ruangan yang cukup terang.
-
Infeksi
Infeksi
biasanya disertai dengan demam. Dan demam inilah yang merupakan pencetus serangan
karena demam dapat mencetuskan terjadinya perubahan kimiawi dalam otak,
sehingga mengaktifkan sel-sel otak yang menimbulkan serangan. Faktor pencetus
ini nyata pada anak-anak.
-
Obat-obatan Tertentu
Beberapa
obat dapat menimbulkan serangan seperti penggunaan obat-obat antidepresan
trisiklik, obat tidur (sedatif) atau fenotiazin. Menghentikan obat-obat
penenang/sedatif secara mendadak seperti barbiturat dan valium dapat
mencetuskan kejang.
-
Alkohol
Alkohol dapat menghilangkan faktor
penghambat terjadinya serangan. Biasanya peminum alkohol mengalami pula kurang
tidur sehingga memperburuk keadaannya. Penghentian minum alkohol secara
mendadak dapat menimbulkan serangan.
-
Perubahan
Hormonal
Pada masa haid dapat terjadi perubahan
siklus hormon (berupa peningkatan kadar estrogen) dan stress, dan hal ini
diduga merupakan pencetus terjadinya serangan. Demikian pula pada kehamilan
terjadi perubahan siklus hormonal yang dapat mencetuskan serangan.
-
Kurang Tidur
Kurang tidur dapat mengganggu aktivitas
dari sel-sel otak sehinggadapat mencetuskan serangan.
-
Stress
Emosional
Stress dapat meningkatkan frekuensi
serangan. Peningkatan dosis obat bukanlah merupakan pemecahan masalah, karena
dapat menimbulkan efek samping obat. Penyandang epilepsi perlu belajar
menghadapi stress. Stress fisik yang berat juga dapat menimbulkan serangan.
-
Stress Fisik
Stress fisik dapat menimbulkna
hiperventilasi dimana terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah yang
mengakibatkan terjadinya penciutan pembuluh darah otak yang dapat merangsang
terjadinya serangan epilepsi.
Patofisiologi
1)
Dewasa ini sudah diketahui , bahwa dasar serangan
epilepsi ialah gangguan fungsi membran neuron-neuron piramidal dan transmisi
pada sinaps. Dapat dikatakan, bahwa mekanisme serangan epilepsi ialah mekanisme
fisiologik normal yang berlebihan.
Tiap sel yang hidup, termasuk neuron-neuron otak,
mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel.
Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron,
yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstra ke intraseluler
dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat
konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi rendah ion Ca, Na dan Cl,sedangkan
keadaan sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion
inilah yang menimbulkan potensial membran. Biasanya membran sel dalam keadaan
polarisasi yang dapat dipertahankan oleh karena adanya suatu proses metabolisme
aktif, “pompa sodium” yang mengeluarkan ion Na dari dalam sel. Energi yang
diperlukan untuk mendistribusi ion K dan Na serta mempertahankan potensial
membran diperoleh dari hasil proses metabolisme sel.
Dalam keadadan istirahat neuron mempunyai potensial listrik tertentu. Tiap
neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya dan tergantung pada
neuron-neuron otak mana yang melepaskan muatan listriknya akan terjadi gerakan
otot, rasa sesuatu atau timbul persa panca indera. Dalam keadaan fisiologis
neuron melepaskan muatan listriknya apabila potensial membrannya diturunkan
oleh potensial aksi yang tiba pada neuron tersebut. Potensial aksi itu
disalurkan melalui neurit asendens dan desendens yang bersinaps dengan
dendrit-dendrit dan badan sel neuron. Dendrit-dendrit dan neurit adalah bagian
dari suatu neuron, sehingga membran dendrit dan neurit adalah juga membran
neuron.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan
neuron-neuron lain, membentuk sinaps dan melepaskan zat transmiter kimiawi yang
melalui sela sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Zat
kimiawi tersebut dikenal sebagai neurotransmiter. Ada dua jenis neurotransmiter
asam amino yang berperan, yakni neurotransmiter eksitatorik yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibitorik yang
menimbulkan hiperpolarisasi, sehingga sel neuron menjadi lebih stabil dan tidak
mudah melepaskan muatan listrik. Diantara neurotransmiter-neurotransmiter
eksitasi dapat disebut glutamat dan aspartat, sedangkan neurotransmiter
inhibisi yang terkenal ialah gama-amino-butirik-asid (GABA) dan glisin. Jika
hasil pengaruh kedua jenis neurotransmiter pada sinaps bersifat memudahkan,
akan timbul lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.
Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba
di neuron. Dalam keadaan istirahat membran neuron mempunyai potensial listrik
tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Potensial aksi akan mencetuskan
depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan berlepas muatan listrik. Hasil
pengaruh kedua jenis neurotransmiter pada sinaps akan memungkinkan impuls
diteruskan ke neuron berikutnya. Segera setelah terjadi depolarisasidalam waktu
singkat sekali (2-5 msec) keadaan potensial membran kembali seperti semula.
Berbagai faktor diantaranya keadaan patologik dan faktor genetik, dapat
merubah atau mengganggu fungsi membran neuron, sehingga mudah dilalui oleh ion
Na dan Ca dari ruang ekstra ke intraseluler. Dasar serangan epilepsi adalah
depolarisasi berlebihan secara sinkron pada sejumlah neuron piramidal dalam
fokus epileptik. Potensial depolarisasi ini pada elektroensefalogram dapat
dilihat sebagai suatu gelombang tajam (spike), meskipun secara klinis tidak
terjadi serangan (EEG interictal).
Potensial depolarisasi yang mendasari serangan epilepsi ini disebut
penggeseran depolarisasi (depolarizing shift atau DS). Setelah DS
biasanya terjadi hiperpolarisasi hebat dan berlangsung lama (post-DS
HP), sehingga neuron-neuron secara bergantian terpacu pada waktu DS dan
mengalami inhibisi selama post-DS HP. DS mencerminkan kombinasi arus-arus
depolarisasi yang tergantungpada voltase (arus yang disebabkan oleh terbukanya
saluran-saluran di membran bila sel-sel mengalami depolarisasi, yakni arus Na
dan Ca) dan arus-arus pada sinaps akibat pengaruh neuro-transmiter eksitorik.
Influks Na dan Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran, sehingga
terjadi lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan tidak terkendali.
Pada sinaps-sinaps neurotransmiter-neurotransmiter eksitatorik memacu
saluran-saluran yang dapat menimbulkan depolarisasi. Lepas muatan listrik
demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu
serangan epilepsi. Sinkronisasi neuron-neuron terjadi karena beberapa
mekanisme, diantaranya peningkatan lingkaran-lingkaran (sirkuit) eksitatorik
lokal sebagai akibat reorganisasi lingkaran sinaptik secara menahun setelah
terjadi suatu lesi atau secara akut peningkatan kekuatan sinaps-sinaps
eksitatorik yang dihasilkan oleh aktivitas berfrekuensi tinggi neuron-neuron.
Peningkatan kekuatan sinaps eksitatorik dapat disebabkan oleh pengerahan
reseptor N,methyl-D-asprtat (NMDA) yang diaktifkan oleh glutamat atau aspartat.
Kompleks reseptor/ saluran ini selama tranmisi sinaps normal relatif tidak
aktif, karena dibendung oleh magnesiuam. Namun bila neuron-neuron mengalami
depalarisasi bendungan magnesium menjadi kurang efektif dan makin banyak
saluran untuk depolarisasi akan diaktifkan.mekanisme tersebut di atas
sebenarnya terdapat pada neuron-neuron normal dalam korteks, namun aktivasi yang
berlebihan dapat dikendalikan oleh mekanisme inhibisi yang kuat.
Neuron-neuron juga dapat bersinkronisasi karena adnya arus-arus besar yang
mengalir di ruang ekstraseluler sekitar dendrit-dendritnya, adanya perubahan
lingkungan ekstraseluler selama kegiatan berlebihan (kadar K ekstraseluler
meningkat dan Ca ekstraseluler menurun) dan karena adnya perangkai listrik.
Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa setelah berapa saat,
serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah
pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik, selain itu jugasistem-sistem
inhibisi pre- dan post-sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron
tidak terusmenerus berlepas muatan ikut berperan.
Hiperpolarisasi yang terjadi setelah DS (pada EEG terlihat sebagai
gelombang lambat dalam kompleks spike-wive) disebabkan oleh beberapa
mekanisme. Misalnya inhibisi pada sinaps yang disebabkan oleh GABA,
interneuron-interneuron inhibisi yang diaktifkan karena lepas muatan sel-sel
piramid dan melakukan inhibisi pada neuron-neuron dalam fokus epileptik dan
sekitarnya.selain itu arus-arus yang menyebabkan hiperpolarisasi (kebanyakan
arus K) diaktifkan selama DS influks Ca selam DS dapat mengaktifkan arus-arus
yang dibangkitkan oleh saluran-saluran ion (K dan CL ion) apabila konsentrasi
Ca intraseluler mencapai tingkat tertentu.
Keadaan lain yang menyebabkan suatu serangan terhenti, ialahkelelahan
neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak,
diantaranya oksigen, ATP, kreatin fosfat dan neurotransmiter serta tertimbunnya
zat-zat yang dapat menyebabkan inhibisi seperti CO2, sisa-sisa
metabolisme dan zat asam amino. 1
Terjadi juga perubahan pada reseptor-reseptor NMDA sehingga mudah
diaktifkan. Selain itu interneuron-interneuron inhibisi rentan terhadap hipoksi
atau cedera, sehingga inhibisi akan berkurang. Keadaan tersebut dapat dijumpai
di daerah lobus temporalis berupa sklerosis hipokampus pada epilepsi parsial
kompleks (epilepsi lobus temporalis). 1
1. Gangguan fungsi neuron otakKetidakseimbangan:
L-glutamat,aspartat,achetilcoline↑ (eksitasi)
GABA, glisin ↓ (inhibitor)
2. Gangguan transmisi sinaps
Kelainan pelepasan muatan listrik sejumlah besar neuron.
Kelainan pelepasan muatan listrik sejumlah besar neuron.
Karena berbagai keadaan yang mempengaruhi metabolisme otak (tergantung:
daerah yang mencetuskan muatan listrik abnormal dan jalur yang dilalui).
Sehingga serangan kejang beragam dan kompleks.
Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy
(ILAE) 1981 terdiri dari:1, 2,5
1.Bangkitan Parsial
àBangkitan parsial sederhana
a)Motorik
b)Sensorik
c)Otonom
d)Psikis
àBangkitan parsial kompleks
a)Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
b)Bangkitan parsial yang disertai gangguan kesadaran saat awal bangkitan
àBangkitan parsial yang menjadi umum
sekunder
a)Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
b)Parsial komplek menjadi umum tonik klonik
c)Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi umum tonik
klonik
2.Bangkitan Umum
- Lena (absence)
- Mioklonik
- Klonik
- Tonik
- Tonik-klonik
- Atonik
3.Tak Tergolongkan
Manifestasi Klinis 3)
I. Epilepsi Parsial (Fokal)
Epilepsi parsial adalah serangan epilepsi yang bangkit akibat lepas muatan
listrik di suatu daerah dikorteks serebri (terdapat suatu fokus di korteks
serebri).
Dibagi menjadi 3 macam :
1.
Epilepsi Parsial Sederhana (Simpel)
Manifestasinya bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang terkena,
bisa dengan gejala motorik, sensorik, autonom ataupunpsikis, dapat memprediksi
kemungkinan lokasi anatomik tetapi yang sering pada lobus frontalis dan
temporalis, merupakan penyakit serebral fokal, dapat mengenai berbagai umur,
tidak terjadi penurunan kesadaran.
Epilepsiparsial sederhana dengan gejala motorik
Fokus epileptik biasanya terdapat di
girus presentralis lobus frontalis (pusat motorik). Kejang mulai di daerah yang
mempunyai reprensetasi yang luas di daerah ini. Dimulai dari ibu jari, meluas
ke seluruh tangan,lengan, muka, dan tungkai. Kadang-kadang berhenti pada satu
sisi. Tetapi bila rangsangan sangat kuat, dapat meluas ke lengan atau tungkai
yang lain, sehingga menjadi kejang umum. Disebut sebagai jackson motorik
epilepsi.
Epilepsi parsial sederhana dengan gejala sensorik
Fokus epileptik terdapat digirus
postsentralis lobus parietalis.penderita merasa kesemutan di daerah ibu jari,
lengan, muka dan tungkai, tanpakejang motoris, yang dapat meluas ke sisi lain.
Disebut sebagai jackson sensoric epilepsy.
Epilepsi parsial sederhana dengan gejala Autonom
Sering sebagai komponen generalized
seizures atau partial complex seizures yang berasal dari lobus Frontalis atau
lobus Temporalis. Manifestasi klinisnya dapat berupa : perubahan warna kulit,
perubahan tensi darah, perubahan denyut nadi, perubahan ukuran pupil,
berdirinya bulu roma.
Epilepsi parsial sederhana dengan gejala Psikis
Fokus dapat di lobus temporalis,
frontalis atau parietalis. Lebih sering sebagai aura pada complex partial
seizures. Manifestasi klinisnya ada 6 macam :
Dysphasic symptom
Korteks area bicara, paling banyak di lobus frontal,
temporal atauparietal. Gejala – gejalanya :bicara terputus, bicara berkurang
berat, postictal dysphasia. Repetitive kata-kata pada komplexs partial seizures yang
berasal dari Hemisfere non dominant.
Dymsnestic symptom (Gangguan Memori)
Fokus terdapat di lobus temporalis. Adanya deja vu dan deja
entendí (pernah melihat atau mendengar), Jamais vu dan jamais entendu (belum
pernah melihat atau mendengar).
Cognitive symptoms
Focus terdapat di lobus temporalis.
Mimpi, distorsi persepsi terhadap realita ~ depersonalisasi.
Affective symptoms
Focus di lobus temporalis : Symptom psikik (paling sering),
terutama: rasa takut/ menyeramkan, diikuti manifestasi autonom (midriasis,
perubahan warna kulit, bulu roma berdiri), lari menghindar / mencari bantuan,
anak-anak mendatangi orang tuanya dengan wajah ketakutan, marah dan
irritabiliti, depressi, kegembiraan, perasaan erotic, tenang.
Focus di lobus frontalis : tertawa tanpa kegembiraan.
Structured hallucination
Focus terdapat dilobus temporalis, parietal atau occipitalis
ILLUSI
Focus di lobus temporalis,
parietalis atau occipitalis. Ukuran (Makropsia, mikropsia), bentuk, berat,
jarak, suara.
2. Epilepsi parsial kompleks
Fokus di lobus temporalis ± 60% dan di lobus frontalis ± 30%. Pada epilepsi
parsial kompleks terdapat3 komponen, yaitu : aura, penurunan kesadaran dan
automatisms. Epilepsi parsial kompleks disebut juga sebagai epilepsi
psikomotor. Pada epilepsijenis ini, meskipun terdapat gangguan kesadaran,
penderita masih dapat melakukan gerakan – gerakan otomatis. Penderita ini bila
ditegur tidak menjawab. Umumnya penderita tidak melakukan tindak kriminal atau
menyerang orang lain, tetapi dapat agresif bila dihalangi kemauanya. Setelah
serangan berakhir penderita lupaapa yang telah dilakukanya (amnesia). Bila
epilepsi ini sudah lama timbul, maka dapat timbul afasia sensorik dan
hemianopsia oleh karena kelainan di lobus temporalis.pada rekaman EEG,akan
terdapat gambaran spike,kadang – kadang slow-wave di daerah temporal.
Aura : Identik dg parsial sederhana dg ber mcm manifestasi (psikis :
affective ~ rasa takut/menyeramkan). Biasanya timbul dalam beberapa detik,
jarang dalam menit, jam atau hari.
Gangguan kesadaran dapat terjadi dengan gangguan
kesadaran sejak onset atau onset parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran.
Dapat berupa : absence and motor arrest “The motionless
stare”, pandangan kosong, kaku, posturing, mild tonic jercking
Automatism
Gerakan involunter yang terjadi selama atau akibat seizures,
dalam periode tidak sadar. Paling sering, pada seizures lobus temporalis dan
lobus frontalis.
Macam-macam Automatism
Oro-alimentary : mengunyah, menelan, mencucu, meludah
Mimicry : tertawa, marah, takut, heboh
Gestrual : mengetuk-ngetuk tangan, menggosok-gosok tangan, gerakan
menyuruh, mengatur/merapikan, membuka baju
Ambulatory Automatism : jalan berputar-putar, berlari
Verbal Automatisms : suara tak berarti, menderum/mendengung, bersiul,
mendengkur, kata yang diulang-ulang/kalimat
Responsive Automatism : bertujuan, merespon
rangsang dari lingkungan
Violent Behavior : bengis, tidak pernah
diingat, tidak pernah direncanakan, tidak mahir, jarang dengan tujuan yang
jelas
3. Bangkitan umum sekunder
Partial seizures sering sebagai aura
yang terjadi beberapa detik, sebelum generalized seizures. Biasanya dalam
bentuk :
Parsial sederhana
tonik-klonik umum.
Parsial kompleks
tonik-klonik umum.
Parsial sederhana parsial
kompleks
II. Epilepsi Umum (Generalized)
Pada kelompok ini, gambaran klinik dan
atau perubahan EEG menunjukan bahwa dari awalnya cetusan epileptik melibatkan
kedua hemisfer dengan serentak dan tidak ada petunjuk adanya suatu fokus
epilepik di korteks serebri.
A.
EPILEPSI GRANDMAL
(TONIC – CLONIC SEIZURES)
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai.
Sebagian penderita beberapa hari sebelum serangan grandmal merasa tegang, cepat
tersinggung, perubahan emosi, dll, sebagai gejala – gejala prodormal. Aura
tidak terdapat pada grandmal dan bila ada aura berarti bukan grandmal murni,
tetapi ada suatu focus. Jadi adanya aura menunjukan suatu tanda fokal (fokal
sign).
Serangan
dimulai dengan fase tonik selama ± 30 detik, dilanjutkan dengan fase klonik
selama ± 60 detik, kemudian terjadi fase post iktal selama 15 -30 menit.
Fase Tonik
Semua
lengan dan tungkai ekstensi, penderita tampak mengejan sehingga wajahnya merah.
Kemudian penderita menahan nafas (apnea) selama ± 30 detik, pada akhir fase ini
terjadi sianosis, tekanan darah meningkat, pupil melebar, refleks cahaya
negatif, refleks patologis posotif. Kadang – kadang ngompolkarenakontraksi
tonik involunter. Inkontinensia ini bias sebagai diagnosis banding organik atau
histerik.
Fase Klonik
Terjadi
kejang ritmik, penderita bernafas kembali, kadang – kadang lidah tergigit,
sehingga ludah bercampur darah (buih kemerahan). Pada fase ini wajah kembali
menjadi normal, tekanan darah menurun, tanda – tanda vital normal.
Fase Post-ictal
Setelah
kejang penderita tertidur. Waktu penderita bangun mula – mula terjadi
disorientasi, tetapi beberapa menit setelah fase ini penderita menjadi normal
kembali,
dan dapat berjalan seperti biasa.
Serangan grandmal kadang – kadang terjadi
berturut – turut sehingga penderita
tidak sadar untuk
waktu yang lama. Bila antara kedua kejang penderita tidak sadar disebut sebagai
status epileptikus. Bila penderita sering kejang dan diantara kedua kejang
penderita sadar, disebut sebagai serial epileptikus.
B. ABSENCE SEIZURE (PETIT
MAL / LENA)
Pada epilepsi jenis ini tidak terdapat
kejang. Epilepsi ini ditandai oleh terjadinya gangguan kesadaran dalam waktu
singkat (6-10 detik), tiba-tiba kehilangan kesadaran danaktivitas motorik,
sehingga penderita tidak sampai jatuh (tonus otot normal). Penderita berhenti
dari aktifitas yang dilakukan, seakan – akan melamun, kemudian melakukan
aktivitas kembali. Gejala lain (pada serangan yang lama) :berkedip, gerakan
klonik ringan, automatisme yang singkat. Serangan kadang – kadang dapat 10 – 20 kali dalam sehari
(dapat berulang-ulang 100X/hari). Karena singkat, biasanya tidak diketahui
orang sekitarnya. Serangan bersifat mengelompok, memburuk bila terbangun, dapat
dicetuskan oleh : kelelahan, rileks, stimulasi fotik atau hiperventilasi.
Serangan sangat banyak pada idiopathik generalized epileptic
EEG menunjukan gambaran yang sangat khas, yaitu dalam 1 detik terdapat 3
kompleks gelombang tumpuldan runcing, disebut 3/sec spike slow wave
(3/sec S-W). Baik klinis maupun EEG dapat diprovokasi dengan hiperventilasi.
Epilepsi
petit mal dapat tejadi pada masa anak-anak atau dewasa, akan tetapi banyak
terdapat pada anak-anak awal usia sekolah. Penderita sering dimarahi gurunya
karena melamun.
C. MIOKLONIK
Kontraksi otot sesaat, oleh karena lepas muatan listrik
kortical. Dapat single atau berulang, sangat ringan (twitch) sampai jerking, paling
berat (the Flying Saucer Syndrom). Dapat dicetuskan oleh : suara, kejutan,
photic stimulation, perkusi. Dapat terjadi pada semua umur, akan tetapi banyak
terdapat pada anak-anak. Saat serangan terjadi gangguan kesadaran sebentar,
disertai gerakan involunter yang aneh dari sekelompok otot, terutama pada tubuh
bagian atas (bahu dan lengan) yang disebut myoclonic jerking.
D. KLONIK
Epilepsi klonik jarang terjadi. Bangkitan ini selalu simtomatik. Bangkitan
berupa gerakan jerking ritmik (klonik jercking) pd kedua tangan dan kaki,
asimetris (sering), irreguler. Epilepsi klonik sering pada neonatus, bayi.
E. TONIK
kontraksi otot tonik mendadak, terjadi penurunan
kesadaran tanpa klonik ( 20- 30 dtk), sering terjadi saat tidur, dapat terjadi
pada semua umur. Terjadi kontraksi otot-otot wajah; mata terbuka lebar; bola
mata menarik keatas; extensi leher; spasme otot-otot extremitas bagian proximal
sampai ke distal lengan diangkat keatas seperti menahan pukulan kepala;
menangis sampai apneu (mungkin), kepala mengangguk-angguk dan perubahan posture
yang ringan.
F.Epilepsi Atonik
Pada epilepsi atonik, secara mendadak penderita kehilangan tonus otot. Hal
ini dapat mengenai beberapa bagian tubuh ataupun pada otot seluruh badan,
misalnya tiba-tiba kepalanya terkulai karena kehilangan tonus otot leher, atau
secara tiba-tiba penderita terjatuh karena hilangnya tonus otot tubuh. Serangan
ini berlangsung singkat, disebut sebagai drop attact. Serangan berlangsung
hanya sebentar dan segera recovery.
III. Unclasified Epileptic Seizures
Jenis ini, tidak termasuk semua yang diatas, data tidak
komplit, gejala-gejala yang timbul tidak sesuai : gerakan bola mata ritmik,
mengunyah-ngunyah., gerakan seperti berenang, pernafasan berhenti. Banyak terjadi pada bayi
Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
·
Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang
bersifat paroksismal menunjukan
bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi
·
Langkah kedua:
apabila benar – benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkian
yang ada termasuk bangkitan apa (lihat klisifikasi)
·
Langkah ketiga :
pastikan sindrom epilepsy apa yang ditunjukan oleh bangkitan tadi, atau
epilepsy apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan etiologinya.
Diagnosis
epilepsi ditegakan atas dasar adanya gejaladan tandan klinik dalam bentuk
bangkitan epilepsi berulang (minimal 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran epileptiform
pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah
sebagai berikut :
1.
Anamnesis (auto dan alo-anamesis)5)
§ Pola / bentuk bangkitan
§ Lama bangkitan
§ Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan
§ Frekuensi bangkitan
§ faktor pencetus
§ ada atau tidaknya penyakit lain yang
diderita sekarang
§ usia pada saat terjadinya bangkitan
pertama
§ riwayat pada saat dalam kandungan,
persalinan atau kelahiran dan perkembangan bayi atau anak
§ riwayat terapi epilepsi sebelumnya
§ riwayat penyakit epilepsi dalam
keluarga
a. Riwayat penyakit sekarang
·
Identitas pasien : pasien 10 tahun , laki – laki
·
Keluhan utama :
datang ke UGD dengan kejang – kejang , tidak panas,
tidak sadar,
keluar buih dari mulutnya .
·
Onset :
kapan mengalami bangkitan kejang, sudah
berapa
lama kejang ?
·
Lokasi :
parsial,generalisata,aktivitas motorik mencakup
apakah
ekrimitas trkena sesisi/bilateral ?
·
Kualitas :
sadar/tidak sadar ? mendadak, cepat,
lambat, ada kesemutan tidak ?
·
Kuantitas :
progessive ?, durasi bagaimana ?,
·
Kronologis :
pernah terinfeksi atau tidak ? pernah kejang
atau
tidak ? fase aura,didahului keluhan lain
atau tidak ada
semutan
atau tidak ?
·
Faktor pemberat :
posisi tidur,letih,stres
·
Faktor peringan :
apakah pernah mengkomsumsi obat
·
Gejala penyerta : apakah ada gejala selain yang dirasakan
b. Riwayat penyakit keluarga
·
Ada keluarga yang punya penyakit yang sama ?
·
Sosial ekonomi
·
Pekerjaan apa?
·
Sanitasi rumahnya baagaimana?
·
Gaya hidupnya bagaimana?
2. Pemeriksaan
fisik
·
Keadaan umum ? kesadaran gimana ? dengan GCS (
Glasgow Coma Scale )
·
Vital sign : tensi , pulse , respirasi, suhu
·
Inspeksi : jantung , paru ,perut , limpa , hati
, anggota gerak
·
Periksaaan neurologi :
Kesadaran , kecakapan , motorik, mental ,sistem
motorik, reflek patologis, reflek fisiologis, ?
3.Pemerikasaan penunjang1)
dilakukan sesuai dengan bukti – bukti klinik dan
indikasi, serta bila keadaan
memungkinkan untuk pemeriksaan penunjang.
a) Pemeriksaan
Elektroensefalografi (EEG)
Rekaman EEG sebaiknya dilakukanpada saat bangun tidur, dengan stimulasi
fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai dengan pencetus bangkitan (
pada epilepsi refleks ). Kelainan epileptiform EEG interiktal (diluar bangkitan
) pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%; pada pemeriksaan ulang
gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 59-77%. Bila EEG pertama
menunjukan hasil normal sedangkan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka
dapat dilakukan EEG ulangan minimal 24-48 jam setelah bangkitan atau dilakukan
dengan persyaratan khusus, misalnya dengan mengurangi tidur (sleep deprivation)
atau dengan menghentikan obat anti epilepsi (OAE).
Indikasi pemeriksaan EEG :
Menbantu menegakan diagnosis epilepsi
Menentukan prognosis pada kasus tertentu
Pertimbangan dalam kasus pemghentian OAE
Membantu dalam menetukan letak fokus
Bila ada perubahan bentuk bangkitan (berbeda dengan
bangkitan sebelumnya)
Gambaran khas pada EEG :1)
Petit mal :
kompleks spike wave yang tepat 3 siklus perdetik tanpa adanya pola abnormal
lainya
Grand mal :
letupan-letupan “spike” (multipel spikes) yang gencar bangkit secara difus dan
paroksismal atau sekali-sekali letupan letupan “spike”atau gelombang tajam
bangkit secara difus dan paroksismal
Spasmus infantile :
pola yg seluruhnya kacau dimana “spike” soliter dan letupan “spike” timbul
secra difus bersama-sama dengan gelombang lamban dan ompleks’spike wave”
Mioklonik : “spike
yg timbul secara tersendiri dapat berdampingan dengan letupan “spike”
(polispikes) komplek “spike wave’ yg tidak khas dan gelombang lambat.
b) Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging)
Indikasi :
Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan
struktural
Adanya perubahan bentuk bangkitan
Terdapat defisit neurologik fokal
Epilepsi dengan bangkitan parsial
Bangkitan pertama diatas usia 25 tahun
Untuk persiapan tindakan pembedahan
Magnetic Resonance Imaging (MRI): merupakan prosedur pencitraan
pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas yang tinggi dan lebih spesifik
dibandingkan dengan
Computed Tomografi Scan (CT scan). MRIdapat mendeteksi
sclerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa.
Pemeriksaan MRI di indikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan
terapi pembedahan.
c) Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan darah meliputi, hemoglobin, leukosit,
trombosit, hapusan darah tepi, elektrolit (natrium, kalium, kalsium, magnesium)
kadar gula darah, fungsi hati (SGOT, SGPT, Gamma GT, Alkali Fosfatase), ureum,
kreatinin dan lain-lain atas indikasi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal,biladicurigai adanya
infeksi SSP
Pemeriksaan lain dilakukan bila ada indikasi misalnya
adanya kelainan metabolik bawaan.
Ø Diagnosis
Banding4)
àKejang Demam
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang
bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat . Hal ini dapat
terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6
bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <
6 bulan atau > 3 tahun.
Tidak ada nilai ambang suhu untuk dapat terjadinya kejang
demam. Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran
disertai gerakan lengan dan kaki, atau justru disertai dengan kekakuan
tubuhnya. Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
- Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang
berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
- Complex febrile seizures / complex partial seizures :
kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung >
15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam
berlangsung).
Simple febrile seizures tidak meningkatkan risiko kematian,
kelumpuhan, atau retardasi mental. Risiko epilepsi pada golongan ini adalah 1%,
hanya sedikit lebih besar daripada populasi umum. Risiko yang dimiliki hanyalah
berulangnya kejang demam tersebut pada 1/3 anak yang mengalaminya. Beberapa hal
yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
·
Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
·
Riwayat kejang demam dalam keluarga
·
Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat
suhu sudah relatif normal
·
Riwayat demam yang sering
·
Kejang pertama adalah complex febrile seizure
Risiko berulangnya kejang
demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2
faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3 faktor risiko.
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :
Terapi awal dengan diazepam
Usia Dosis IV (infus) (0.2mg/kg) Dosis per rectal (0.5mg/kg)
Usia Dosis IV (infus) (0.2mg/kg) Dosis per rectal (0.5mg/kg)
< 1 tahun
1–2 mg
2.5–5
mg
1–5 tahun
3 mg 7.5 mg
5–10 tahun 5 mg 10 mg
5–10 tahun 5 mg 10 mg
> 10 tahun
5–10 mg
10–15 mg
Jika kejang masih berlanjut :
Jika kejang masih berlanjut :
o Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per
infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
o Pengawasan tanda-tanda depresi
pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
o Pemberian fenobarbital 20-30
mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30
menit.
o Pemberian fenitoin hendaknya
disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih
lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu
pernapasan.
Ø Penatalaksanaan 1,2
Tujuan Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk
pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun
mental yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tadi diperlukan beberapa
upaya, antara lain : menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan,
mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian,
mencegah timbulnya efek samping OAE.
Prinsip terapi
farmakologi :
1.
OAE mulai diberikan
bila :
·
Diagnosis epilepsy
telah dipastikan (confirmed)
·
Setelah pasiendan
keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan
·
Pasien dan atau
keluargannya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping OAE yang akan
timbul.
2.
Terapi dimulai
dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan
jenis sindrom epilepsi
3.
pemberian obat
dimulai dengan dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai dosis efektif tercapai
atau timbul efek samping(start slow go
slow). Kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol
dengan dosis efektif.
4.
bila dengan
penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat megontrol
bangkitan,makaperlu ditambah OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar tarapi,
maka OAE pertama diturunka bertahap (tapering off),perlahan – lahan.
5.
penambahan obat ketiga
baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan
dosis maksimal kedua OAE pertama.
6.
pasien dengan
bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila :
dijumpai
focus epilepsy yang jelas pada EEG
pada
pemeriksan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes
pada
pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak
terdapat
riwayat epilepsy pada saudara sekandung (bukan orang tua)
riwayat
bangkitan simtomatik
Riwayat
trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP.
Bangkitan pertama berupa status epileptikus.
Terapi status Epileptikus
Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari
30menit atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara
bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. Namun demikian
penanganan bangkitan harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu
bangkitan.
Klasifikasi :
·
SE konvulsif (bangkitan umum tonik klonik)
·
SE non-konvulsif (bangkitan bukan umum tonik klonik)
Protokol penanganan SE
Status epileptikus refrakter
Pada umumnya sekitar 80 % pasiendengan SE konvulsif dapat terkontrol dengan
pemberian benzodiazepin atau phenytoin. Bila bangkitan masih berlangsung, yang
kita sebut sebagai status epileptikus refrakter, maka perlu penanganan di ICU
untuk dilakukan tindakan anastesi.
Status epileptikus non konvulsif
·
Dapat ditemukan pada 1/3 kasus status epileptikus
·
Dapat dibagi menjadi SE lena, SE partial kompleks, SE non
konvulsif pada pasien dengan koma dan SE pada pasien dengan ganguan belajar.
Terapi Epilepsi Refrakter
Definisi : seseorang yang mengalami bangkitan berulang, meski telah dicapai
kadar terapiOAE dalam satu tahun terakhir setelah awitan (onset). Bangkitan
tersebut benar-benar akibat kegagalan OAE untuk mengontrol fokus epileptik,
bukan karena dosis yang tidak tepat, keyidaktaatan minum OAE, kesalahan
pemberian atau perubahan dalam formulasi.
Penanganan Epilepsi Refrakter :
·
Terapi bedah
·
Stimulasi nervus vagus
·
Modifikasi tingkah laku
·
Relaksasi
·
Mengurangi dosis OAE
Terapi bedah epilepsi
Tujuan : agar pasien dapat hidupsenormalmungkin
Terutama adalah membuat pasien terbebas kejang
Meningkatkan kualitas hidup pasien
Menurunkan morbiditas
Menurunkan kecacatan psikososial
Meminimalkan defisit neurologik fokal
Kriteria
Sindrom epilepsi fokal dan simtomatik yang refrakter
terhadap OAE
IQ > 70
Tidak ada kontra indikasi pembedahan
Usia
Tidak ada kelainan psikiatrik yang jelas
Indikasi
Epilepsi refrakter
Secara umum pada epilepsi dengan durasi lama (bebrapa
tahun)
Menganggu kualitas hidup
Manfaat operasi lebih besar daripada resiko
Kontra-indikasi
Kontra-indikasi absolut
Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolik
maupun degeneratif)
Sindrom epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi
remisi dikemudian hari.
Kontra-indikasi relatif
Ketidak patuhan penderita terhadap pengobatan
Psikosis interiktal
Mental retardasi
Evaluasi prabedah perlu dilakukan untuk mengklarifikasi 3 halsebagai
berikut :
Mengidentifikasi daerah kortikal yang dapat menyebabkan bangkitan
(lokasi dan penyebaran zona epileptogenik), sehingga biladilakukan pengangkatan
atau pemutusan daerah tersebut dapat menyebabkan pasien bebas kejang
Kemungkinan terganggunya kognisi dan keadaan emosi pasien akibat
operasi
Pengaruh operasi pada kehidupan sosial pasien
Ø Prognosis
Pada sekitar 70 % kasus epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat anti
epilepsi, sedangkan pada 30-50 % pada suatu saat pengobatan dapat dihentikan.
Namun prognose tergantung dari jenis serangan, usia waktu serangan pertama
terjadi, saat dimulai pengobatan, ada tidaknya kelainan neurologik atau mental
dan faktor etiologik. Prognosis terbaik adalah untuk serangan umum primer
seperti kejang tonik klonik dan serangan petit mal, sedangkan serangan parsial
dengan simtomatologi kompleks kurang baik prognosenya. Juga serangan epilepsi
yang mulai pada waktu bayidan usia dibawah tiga tahun prognosenya relatih
buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Shidarta Priguna, 2009, Neurologi Klinik dalam Praktek Umum,
dian rakyat , Jakarta
2.
Staf pengajar IKA FKUI, 2007, Ilmu Kesehtan Anak 2,
FKUI,Jakarta
3.
Wahab Samik, 2000, Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol 3, EGC,
Jakarta
4.
Slide pembekalan Ilmu kesehatan Anak “kejang demam” prof Harsoyo
spA(K)
5.
Slide pembekalan neurologi “epilepsy” dr Naharudin Jenny sp
S(K)